TpO6TfClGSdiGfC8Tpz0TSd7GA==

Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik, Kuasa Hukum Sefnat Tagaku: Kerukunan Beragama harus dijaga.


Klik untuk tambah keterangan

Halmahera Selatan – Polemik dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Sefnat Tagaku kembali mencuat ke publik. Salah satu kuasa hukum Sefnat, Risno N. Laumara, SH, dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Ia menilai laporan yang diajukan oleh  SN melalui kuasa Hukumnya ke Polres Halmahera Selatan terkesan terlalau terburu-buru.

Menurut Risno, ucapan dan tindakan yang dilakukan kliennya tidak bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik, melainkan tanggapan kritis terhadap pernyataan SN yang sebelumnya sempat menyinggung Bupati Halmahera Selatan dengan kalimat kontroversial, “Bupati Halsel seperti Nabi Isa yang menghidupkan kembali kepala desa yang sudah gugur di PTUN.” SN terlalu bersemangat mengkritisi Pemerintah sehingga pilihan kata yang digunakan dapat memicu ke tersinggungan umat beragama.

“Memang benar kebebasan berpendapat itu dijamin dalam konstitusi, tepatnya Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun kebebasan itu tidaklah mutlak. Ada tanggung jawab moral, etika, serta kewajiban untuk menghormati hak orang lain dan menjaga ketertiban umum,” jelas Risno.

Kebebasan Berpendapat dan Batas Hukumnya

Risno menegaskan, kebebasan berpendapat harus tetap dijalankan sesuai aturan hukum. Ia mengutip beberapa ketentuan, di antaranya:

Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan setiap orang wajib tunduk pada pembatasan undang-undang demi menghormati hak orang lain, nilai agama, serta ketertiban umum.

UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menekankan kewajiban menjaga ketertiban dan menghormati hak asasi orang lain.

UU ITE, yang walaupun sudah direvisi, tetap melarang penyebaran informasi yang berpotensi menimbulkan kebencian atau permusuhan berbasis SARA.

“Dalam konteks ini, pelapor terlihat terlalu buru-buru sehingga pilihan kata yang dipakai untuk mengkritisi Pemerintah pun terkesan tidak saling menghormati antara sesama. Padahal yang dilakukan klien kami adalah bagian dari diskursus hukum yang sah.
 Demokrasi akan rusak kalau setiap permasalahan Hukum harus dinilai menggunakan Analogi yang sesat, 

Kesiapan Hadapi Proses Hukum

Meski menilai laporan tersebut berlebihan, pihak Sefnat Tagaku menegaskan tidak gentar menghadapi proses hukum.

“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk menilai. Apakah unsur pencemaran nama baik terpenuhi atau tidak, biarlah proses hukum yang membuktikan. Kami siap menghadapi, dan yakin kebenaran akan terlihat,” kata Risno.

Kasus ini menjadi sorotan masyarakat Halmahera Selatan lantaran menyangkut figur publik dan isu sensitif mengenai SARA. analogi “Bupati Halsel seperti Nabi Isa” dinilai sebagai pemicu perdebatan luas yang akhirnya berujung ke ranah hukum.

Kuasa hukum Sefnat berharap polemik ini tidak semakin memecah belah masyarakat. Mereka menekankan pentingnya menjaga ruang demokrasi tetap sehat dengan menjunjung tinggi etika, hukum, dan saling menghormati.

“Yang terpenting adalah semua pihak bisa menahan diri. Kritik boleh, berpendapat boleh, tapi gunakanlah bahasa dan tatacara yang lebih Elegan, Jangan sampai demokrasi kita justru terciderai hanya karena sikap baper dan alay,” pungkas Risno.

Redaksi

Komentar0

Type above and press Enter to search.