TpO6TfClGSdiGfC8Tpz0TSd7GA==

Aksi Massa dan Alarm Kepemimpinan: Membaca Kejanggalan Bernegara


Oleh: Mustari Mustafa
Redaksi: BahriNetwork.com

Gelombang aksi sosial yang muncul di berbagai daerah kembali menjadi sorotan publik. Fenomena ini, menurut Presidium KAHMI Sulsel sekaligus Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Mustari Mustafa, bukanlah gejolak sesaat, melainkan akumulasi panjang dari berbagai kejanggalan dalam praktik bernegara.


“Mahasiswa, masyarakat sipil, bahkan rakyat biasa turun ke jalan bukan karena mencari keributan, tetapi karena rasa keadilan publik yang semakin terkoyak,” ungkap Mustari dalam opini yang diterima BahriNetwork.com.


Sejumlah Kejanggalan Bernegara

Mustari menilai, ada sederet kejanggalan yang memicu keresahan sosial, antara lain:

  • Konstitusi yang diubah sesuai kepentingan elite, bukan aspirasi rakyat.
  • Kepemimpinan tidak profesional dalam menjalankan mandat.
  • Kasus hukum dan korupsi dipertontonkan layaknya sandiwara.
  • Kenaikan gaji aparat dan penghargaan negara tanpa alasan yang substantif.
  • Kenaikan pajak bersamaan dengan kenaikan gaji DPR, disertai sikap politik yang dinilai menyinggung publik.
  • Aksi demonstrasi yang ditangani represif, menyebabkan rakyat justru menjadi korban.
  • Elite politik yang memilih aman, hanya melontarkan pernyataan normatif jauh dari realitas.


Menurut Mustari, kondisi ini sejalan dengan pandangan Rocky Gerung tentang radical break—patahan radikal yang terjadi ketika praktik bernegara dianggap semakin busuk dan negara kehilangan kedekatannya dengan rakyat.


Krisis dalam Perspektif Teori Politik

Melihat dari teori politik, Mustari mengutip sejumlah pemikiran:

  • Max Weber: Negara modern seharusnya berlandaskan legitimasi legal-rasional, tetapi di Indonesia aturan justru dipermainkan dan hukum tidak konsisten.
  • Antonio Gramsci: Aksi massa adalah bentuk counter-hegemony, sebagai koreksi moral terhadap kekuasaan yang menyimpang.
  • Plato: Negara tanpa keadilan akan hancur oleh kontradiksi internalnya sendiri.


Alarm Serius untuk Presiden Prabowo

Mustari menegaskan bahwa gelombang aksi massa hari ini adalah alarm serius bagi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.


“Jika alarm ini diabaikan, rakyat semakin yakin bahwa negara tercerabut dari kontrak sosialnya. Polisi yang kelelahan di lapangan bukan hanya tanda bobolnya keamanan, tapi juga rapuhnya legitimasi politik,” tegasnya.


Ia mendorong Presiden Prabowo hadir secara proaktif, dengan memberikan arahan moral yang jelas, sikap persuasif kepada aparat, serta membuka dialog langsung dengan mahasiswa dan rakyat.


“Sejarah akan mencatat Presiden bukan sekadar penguasa, melainkan negarawan sejati jika berani hadir bersama rakyat. Bangsa ini butuh jembatan kepemimpinan, bukan pagar besi yang memisahkan rakyat dan negara,” tambahnya.


Penutup

Mustari mengingatkan, sejarah sedang mengetuk pintu kepemimpinan nasional. “Alarm ini jangan diabaikan. Sekali kepercayaan rakyat runtuh, tidak mudah untuk dipulihkan kembali,” pungkasnya.



Profil Penulis
Mustari Mustafa adalah Presidium KAHMI Sulsel, Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, serta Mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Bangkok.


Redaksi: BahriNetwork.com

Komentar0

Type above and press Enter to search.