Malam itu, RU dan SF melintas di samping kantor Baperida yang masih menyala lampunya. Dari balik jendela, keduanya melihat gerak-gerik mencurigakan dua orang di dalam ruangan kantor. Dengan bahasa isyarat, mereka berusaha menjelaskan apa yang dilihat — dugaan tindakan asusila di area kantor pemerintah.
Namun ketika keterangan mereka diperiksa dan dikonfrontasi dengan rekaman CCTV, hasilnya disebut tidak menunjukkan bukti visual. Kesaksian mereka kemudian disimpulkan “tidak benar”, bahkan oleh sebagian pihak dianggap sebagai halusinasi atau “melihat hantu”.
Penyangkalan terhadap keterangan dua saksi Tuli ini memicu tekanan psikologis dan stigma sosial. Namun, Ibu RU, orang tua salah satu saksi, menolak diam. Ia menegaskan anaknya tidak sedang berkhayal dan berhak mendapatkan perlakuan setara dalam proses pencarian kebenaran.
Dengan tekad, keluarga mengajukan pengaduan resmi ke Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KND) melalui layanan Disabilitas Tanah Air (DiTA 143) pada 31 Oktober 2025, dan mendatangi langsung kantor KND di Jakarta pada 5 November 2025 untuk memberikan klarifikasi dan bukti tambahan.
---
KND Bergerak: Negara Hadir Lindungi Hak Disabilitas
Menindaklanjuti laporan tersebut, KND melakukan kajian awal berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas.
Dari hasil analisis awal, KND menyimpulkan bahwa RU dan SF benar menyaksikan peristiwa yang melibatkan manusia, bukan makhluk halus sebagaimana tudingan sebagian pihak. KND menilai terdapat indikasi pelanggaran hak disabilitas, terutama tidak terpenuhinya akomodasi layak bagi saksi Tuli dalam memberikan kesaksian, serta adanya potensi trauma psikologis akibat perlakuan diskriminatif.
---
Pemanggilan Resmi Kepala Baperida Lebak
Sebagai tindak lanjut, KND menerbitkan Surat Nomor B.741/1.7/KND.02.02.00/11/2025 tertanggal November 2025, yang ditujukan kepada Kepala Baperida Lebak, Yosep M. Holis. Surat bersifat segera, berisi undangan diskusi dugaan pelanggaran hak disabilitas terkait peristiwa tersebut.
KND memaparkan tiga substansi utama pemanggilan:
1. Tidak tersedianya akomodasi layak bagi saksi Tuli dalam proses pemeriksaan.
2. Dugaan trauma dan perlakuan yang merendahkan martabat perempuan disabilitas.
3. Penyangkalan terhadap kesaksian disabilitas, yang bertentangan dengan prinsip penghormatan hak penyandang disabilitas.
KND menjadwalkan pertemuan pada Selasa, 11 November 2025 pukul 10.00 WIB di Ruang Rapat KND, Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur. Kepala Baperida Lebak diminta hadir langsung untuk memberikan klarifikasi dan menunjukkan itikad baik dalam penyelesaian masalah yang telah menjadi perhatian nasional.
Surat tersebut ditandatangani Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dr. Dante Rigmalia, dan ditembuskan kepada Komisioner KND Dr. Rachmita M. Harahap, keluarga pelapor (Ratu dan Syifa), serta pihak-pihak yang diduga terlibat.
---
Negara Wajib Hadir
Langkah KND ini menjadi penegasan bahwa negara tidak boleh abai terhadap suara penyandang disabilitas. Kesaksian mereka memiliki nilai hukum dan moral yang setara dengan saksi nondisabilitas.
KND menegaskan, kasus ini bukan semata tentang peristiwa dugaan asusila, melainkan tentang penghormatan terhadap martabat manusia dan hak kesetaraan bagi seluruh warga negara, termasuk penyandang disabilitas.
(Rohim/Red)
Komentar0