
BahriNetwork.com | Sukoharjo – Peredaran rokok ilegal bukan sekadar persoalan hukum atau kesehatan — kini telah menjadi ancaman serius terhadap stabilitas fiskal daerah. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang seharusnya menjadi sumber pembiayaan pembangunan dan layanan publik terus “dikikis” oleh kebocoran akibat rokok ilegal.
Dalam Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai di Damar Roso Sukoharjo pada Selasa (14/10/2025), Pemkab Sukoharjo bersama Bea Cukai Surakarta menekankan bahwa kerugian yang ditimbulkan jauh melebihi jumlah batang rokok yang disita — meluas ke hilangnya potensi pendapatan daerah.
Menurut catatan nasional, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun per tahun. Di tingkat provinsi, Bea Cukai Jawa Timur melaporkan, dari penyitaan 206 juta batang rokok ilegal, kerugian negara yang diestimasi mencapai Rp 184,7 miliar.
Sementara itu, dari sisi distribusi DBHCHT, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16 Tahun 2025 menetapkan anggaran total DBHCHT nasional sebesar Rp 6,398,997,369,000 yang akan dibagi ke provinsi, kabupaten, dan kota. Artinya, setiap daerah menjadi sangat bergantung pada angka undang-undang rokok legal.

Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Sukoharjo, Wisnu Pramudya Wardana, mengingatkan bahwa apabila peredaran rokok ilegal tidak dikendalikan, maka alur pemasukan DBHCHT ke daerah akan menyusut drastis. “Setiap batang rokok ilegal yang beredar adalah uang negara yang hilang — uang yang bisa seharusnya digunakan membangun jalan, fasilitas kesehatan, sekolah,” ujarnya.
Dari pihak Bea Cukai Surakarta, Dion Candra Wardhana menjelaskan bahwa dari total DBHCHT yang diterima daerah, sebagian harus dialokasikan untuk penegakan hukum, dan sebagian untuk kesehatan serta kesejahteraan masyarakat. Namun, bila potensi DBHCHT berkurang karena kebocoran rokok ilegal, maka alokasi program-program prioritas tersebut ikut tergerus.
"Misalnya, rokok ilegal tanpa pita cukai atau menggunakan pita bekas langsung memotong pundi-pundi negara. Sementara anggaran DBHCHT daerah menjadi tipis, sehingga program kesehatan, bantuan ke petani tembakau, atau pembangunan infrastruktur publik tersendat,” kata Dion.
Gerakan Gempur Rokok Ilegal yang menyasar anak muda dan komunitas lokal di Sukoharjo ditafsir sebagai “pertarungan ekonomi” yang tak kalah penting dari operasi penegakan hukum. Bila strategi edukasi ini berhasil memotong rantai konsumsi dan distribusi rokok ilegal, maka daerah-daerah seperti Sukoharjo dapat menyelamatkan nilai ekonomi puluhan hingga ratusan miliar setiap tahun.
Editor: Zulkarnain Idrus
Penulis: Armila
Komentar0