TpO6TfClGSdiGfC8Tpz0TSd7GA==

Raden Adam, Ketua eLSAL, Kecam Keras Limbah Medis RSUD Labuha: Direktur Diduga Abai Amanat UU



BahariNetwork – Polemik limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan, kini kian memanas. Temuan tumpukan sampah bercampur limbah medis berbahaya di area belakang instalasi pemulasaraan jenazah menimbulkan kegelisahan warga sekaligus kecaman keras dari berbagai pihak. Sorotan publik terutama tertuju pada manajemen rumah sakit, khususnya Direktur RSUD Labuha, yang dinilai abai dan lalai menjalankan amanat undang-undang.

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019, rumah sakit memiliki kewajiban mutlak untuk mengelola limbah medis secara ketat karena tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya: tumpukan sampah rumah sakit terlihat bercampur jarum suntik, perban bekas darah, dan obat-obatan kedaluwarsa, yang jelas berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Sejumlah warga sekitar mengaku khawatir dengan kondisi ini. Mereka menilai rumah sakit justru menjadi sumber penyakit, bukan tempat pelayanan kesehatan.

Ini sangat berbahaya. Limbah medis bisa menularkan penyakit menular dan mencemari lingkungan sekitar. Rumah sakit harusnya menjaga keselamatan, bukan menciptakan masalah,” ujar seorang warga, Jumat (5/9/2025).

Ketua eLSAL (Lembaga Study Analisis Lingkungan), Raden Adam, mengecam keras dugaan pembiaran limbah medis berbahaya tersebut.

Ini bukan persoalan sepele. RSUD Labuha telah mencederai amanat hukum dengan mengabaikan standar pengelolaan limbah B3. Apa yang terjadi jelas melanggar Undang-Undang dan mengancam keselamatan masyarakat. Jika pemerintah daerah diam, maka mereka juga dapat dianggap turut membiarkan pelanggaran ini,” tegas Raden Adam.
Menurutnya, praktik pengelolaan limbah yang asal-asalan tidak hanya mencoreng nama baik RSUD Labuha, tetapi juga membuka peluang bagi aparat penegak hukum untuk menjerat pihak manajemen dengan pidana lingkungan hidup.

Undang-undang sudah sangat jelas. Pengelolaan limbah medis yang tidak sesuai ketentuan bisa dijerat pidana, termasuk hukuman penjara dan denda miliaran rupiah. Ini harus menjadi alarm bagi semua pihak,” tambahnya.

Sementara itu, aktivis lingkungan lainnya menilai kasus ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk nyata kelalaian struktural yang dapat menyeret manajemen RSUD Labuha ke meja hijau.

Jangan tunggu ada korban dulu baru bertindak. Kalau rumah sakit saja buang limbah sembarangan, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa mereka benar-benar peduli kesehatan publik?” kata seorang aktivis.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Direktur RSUD Labuha belum memberikan tanggapan resmi. Sikap bungkam ini memperkuat anggapan bahwa manajemen rumah sakit tidak serius menanggapi keresahan publik.

Kini, sorotan publik beralih kepada Bupati Halmahera Selatan dan Dinas Kesehatan. Publik menanti langkah tegas pemerintah daerah: apakah berani memberikan sanksi kepada manajemen RSUD Labuha, termasuk kemungkinan pencopotan Direktur, atau justru membiarkan persoalan ini berlarut-larut.

Jika pemerintah tetap bungkam, dugaan adanya pembiaran dan lemahnya pengawasan akan semakin menguat, sementara ancaman kesehatan masyarakat terus menghantui warga sekitar. Red

Komentar0

Type above and press Enter to search.