TpO6TfClGSdiGfC8Tpz0TSd7GA==

Pajak: Uang Rakyat atau Alat Kekuasaan?


Jakarta – BahriNetwork.com | 
Pajak seharusnya menjadi kontrak sosial yang adil antara rakyat dan negara. Namun, di lapangan, kontrak itu seringkali berubah menjadi alat kekuasaan: rakyat diwajibkan membayar, tetapi negara belum tentu amanah mengelola.

Kepercayaan publik adalah modal utama pemerintahan. Sayangnya, modal itu terus terkikis oleh ketidaktransparanan, kebocoran anggaran, dan praktik korupsi. Pertanyaan yang selalu mengganjal: apakah setiap rupiah pajak benar-benar kembali ke rakyat, atau justru tersedot untuk kepentingan segelintir elit?

Keadilan yang Dipertanyakan

Rakyat kecil, pedagang, buruh, dan pekerja informal dituntut taat pajak. Namun, di sisi lain, konglomerat dengan jaringan politik bisa bebas mencari celah penghindaran pajak. Ketika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, wibawa negara dipertaruhkan.

Regulasi ada, tapi siapa yang berani menjamin penegakan hukumnya tidak pilih kasih?

Korupsi: Lubang Hitam Pajak Rakyat

Korupsi adalah luka paling parah dalam sistem perpajakan Indonesia. Dana yang seharusnya masuk untuk membangun sekolah, rumah sakit, atau jalan rakyat, justru menguap ke rekening pribadi pejabat busuk.

Setiap rupiah yang dikorupsi adalah pengkhianatan, bukan sekadar pelanggaran.

Audit independen, pengawasan publik, hingga hukuman mati politik bagi koruptor pajak harus dipertimbangkan bila pemerintah masih ingin menjaga sisa kepercayaan rakyat.

Negara Harus Membayar Utang Kepercayaan

Rakyat telah lebih dulu membayar kewajibannya. Sekarang giliran negara membayar utang kepercayaan dengan transparansi anggaran tanpa kompromi, distribusi adil, dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Pajak bukan hanya angka dalam APBN. Pajak adalah tolok ukur kejujuran negara kepada rakyatnya. Jika uang rakyat terus dipermainkan, jangan salahkan bila rakyat menggugat kontrak sosial yang sudah lama dikhianati.


Redaksi: BahriNetwork.com

Komentar0

Type above and press Enter to search.