
Jakarta – Sabtu, 23 Agustus 2025 | BahriNetwork.com
Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya mengklaim makin sadar melaporkan gratifikasi. Klaim ini diperkuat dengan laporan resmi Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) yang dirilis pada Jumat (22/8) melalui akun MA-RI Cegah Gratifikasi.
Data tersebut mencatat rekapitulasi laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi periode 2022–2025 hingga 16 Agustus 2025. Namun, lonjakan tajam jumlah laporan justru memunculkan pertanyaan serius: apakah benar budaya lapor sudah tumbuh, atau ini sekadar strategi pencitraan?
Lonjakan yang Mengundang Tanda Tanya
Angka pelaporan gratifikasi menunjukkan ketimpangan mencolok:
- Tahun 2022: 9 laporan
- Tahun 2023: 5 laporan
- Tahun 2024: 173 laporan
- Tahun 2025: 413 laporan
Jika dijumlah, terdapat 600 laporan yang terdiri dari 554 penerimaan dan 46 penolakan. Kenaikan eksponensial dari hanya 5 laporan di 2023 menjadi ratusan laporan pada 2024–2025, menimbulkan pertanyaan: ke mana gratifikasi yang terjadi sebelum 2024? Apakah dibiarkan tanpa laporan, atau ada yang ditutupi?
Rincian Penetapan KPK
Berdasarkan tindak lanjut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nilai gratifikasi yang masuk kategori dan ditetapkan mencapai Rp202.900.595, dengan detail sebagai berikut:
- Dikelola Instansi: 71 laporan (Rp20.873.000)
- Penolakan: 46 laporan (Rp25.200.000)
- Milik Negara: 112 laporan (Rp61.980.450)
- Pasal 6: 109 laporan (Rp11.362.400)
- Sebagian Milik Negara: 15 laporan (Rp4.194.336)
- Tidak Memenuhi: 3 laporan (Rp305.000)
- Tidak Wajib Lapor: 240 laporan (Rp78.985.409)
- Dihapus: 2 laporan
- Diproses KPK: 2 laporan
Apresiasi, tapi Apakah Cukup?
Bawas MA sempat memberi apresiasi kepada 64 pelapor gratifikasi periode triwulan II-2025, diumumkan Plt. Kepala Bawas MA Sugiyanto, S.H., M.H., pada 11 Juli 2025. Apresiasi ini disebut sebagai motivasi bagi insan peradilan.
Namun, publik wajar skeptis. Apakah apresiasi benar-benar mampu menekan praktik gratifikasi? Atau justru sekadar jadi panggung pencitraan agar MA tampak “bersih” di mata publik?
BahriNetwork.com: Jangan Terjebak Formalitas
BahriNetwork menilai, laporan ini memang menunjukkan perbaikan, tetapi angka tidak bisa menutupi fakta bahwa peradilan selama ini dikenal sarat praktik transaksional. Tanpa pengawasan publik yang kuat, pelaporan gratifikasi berisiko hanya menjadi formalitas administratif tanpa perubahan kultur yang nyata.
Apalagi, lonjakan drastis di 2024–2025 mengindikasikan bahwa sebelumnya ada “dark number” atau gratifikasi yang tidak pernah tercatat. Jika benar, maka persoalan integritas masih jauh dari kata selesai.
Pertanyaan kuncinya: apakah MA siap menindaklanjuti semua laporan hingga ke akar, atau justru membiarkan sebagian hanya berhenti di atas kertas?
Redaksi: BahriNetwork.com
Komentar0