
BahriNetwork.com | Enrekang – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kembali mengumbar komitmen: tanah ulayat tidak akan pernah dijadikan milik negara. Pesan itu ditegaskan Staf Khusus Reforma Agraria Rezka Oktoberia saat sosialisasi pendaftaran tanah ulayat di Enrekang, Sulawesi Selatan, Kamis (28/8/2025).
“Pemerintah tidak berniat menjadikan tanah ulayat milik negara, apalagi memfasilitasi kepentingan investor dengan mengorbankan hak masyarakat adat. Justru pendaftaran tanah ulayat adalah perlindungan negara,” ujar Rezka.
Tiga prinsip digariskan: tanah ulayat bukan milik negara, pengaturan adat terintegrasi dalam hukum nasional, dan pendaftaran bersifat hak, bukan kewajiban. Rezka juga menjanjikan empat manfaat: kepastian hukum, perlindungan aset adat, pencegahan sengketa, hingga memastikan warisan leluhur tetap ada.

Terdengar ideal. Tapi di balik narasi manis, bahaya laten selalu mengintai. Sejarah membuktikan, konflik tanah ulayat kerap berakhir dengan kekalahan masyarakat adat saat berhadapan dengan modal besar. Apakah program pendaftaran ini benar-benar tameng, atau sekadar pintu masuk legalisasi bagi kepentingan ekonomi yang lebih besar?
Fakta menarik, program ini tidak berdiri sendiri. Ada Bank Dunia lewat Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang ikut mengawalnya. Kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, hingga perguruan tinggi disebut sebagai “kekuatan bersama.” Namun, kehadiran lembaga internasional dalam urusan tanah adat justru menimbulkan tanya: apakah ini murni perlindungan, atau bagian dari agenda global atas sumber daya lokal?

Sertipikat tanah dari program PTSL, redistribusi tanah, wakaf, dan aset Pemkab Enrekang memang diserahkan langsung. Sebuah simbol konkret. Tapi publik tahu, selembar sertipikat tak selalu jadi benteng kuat ketika berhadapan dengan korporasi raksasa.
Sosialisasi ini melibatkan pejabat pusat, akademisi, hingga Forkopimda. Semua sepakat bicara perlindungan. Namun yang paling menentukan tetaplah daya tawar masyarakat adat sendiri. Tanpa kontrol ketat dari mereka, program pendaftaran tanah ulayat bisa jadi bumerang.
BahriNetwork.com – Tajam, Menggigit, dan Membuka Tabir di Balik Narasi.
Komentar0