Jakarta – BahriNetwork.com
Sengketa pertanahan kembali mencuat di Jakarta Selatan. Kali ini melibatkan nama Armina Scherazade, pemilik sah tanah di Jalan Warung Silah I No. 18.G, RT 002/RW 004, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa. Kuasa hukumnya, Novi Andra, S.H.I., M.I.K., menyebut telah terjadi dugaan manipulasi klaim kepemilikan oleh oknum tidak dikenal bernama Kaharuddin Latief, yang tak pernah sekalipun hadir dalam proses persidangan.
Tanah yang disengketakan seluas 523 meter persegi milik Armina, berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 04882/Cipedak, dinyatakan sah secara hukum, lengkap dengan dokumen pendukung seperti Girik C No. 1131, Persil No. 172 Blok S.II, Surat Ukur No. 00555/Cipedak/2015, dan NIB 09020906.06806. Namun, Kaharuddin tiba-tiba mengklaim tanah seluas 4.443 meter persegi di kawasan tersebut, tanpa bukti otentik dan tidak pernah muncul di pengadilan.
Diduga Fiktif, Tapi Tetap Dimenangkan?
“Bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah hadir di persidangan bisa menang? Ini mencederai keadilan,” tegas Novi Andra. Ia menilai hakim telah melakukan kekeliruan fatal dengan tetap melanjutkan perkara tanpa hadirnya tergugat, yang bertentangan dengan SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang mediasi wajib dalam perkara perdata.
Lebih lanjut, dalam Putusan Nomor: 195/PDT/2023/PT.DKI, terungkap bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan putusan yang melebihi dari apa yang dimintakan tergugat. Anehnya, pengadilan banding pun tidak membatalkan gugatan rekonvensi tersebut.
“Putusan tersebut menunjukkan keraguan dan ketidakkonsistenan majelis hakim. Ini melawan asas hukum: Judex debet judicare secundum allegata et probata — hakim wajib memutus berdasarkan bukti, bukan spekulasi,” tegas Novi.
Beda SHM, Beda Girik, Beda Lokasi
Kuasa hukum juga menyoroti perbedaan mencolok antara sertifikat Armina dan sertifikat milik Kaharuddin. SHM No. 562/Ciganjur/1983 milik Kaharuddin berdasarkan Girik C.7 Persil 191, sedangkan milik Armina berdasar Girik C.1131 Persil 172. Melalui Peta Desa No. 15, lokasi Persil 191 berada di Rawa Badak, sedangkan Persil 172 ada di Batu Belah. Artinya, tidak ada tumpang tindih tanah secara hukum.
“Kalau beda Girik dan beda Persil, bagaimana mungkin dianggap tumpang tindih? Semua masyarakat, termasuk RT, RW, dan pihak kelurahan menyatakan tanah itu milik Armina,” ujar Novi.
Dalam perkara ini, Armina Scherazade menggugat:
- Kaharuddin Latief sebagai Tergugat I
- Kementerian ATR/BPN Jakarta Selatan sebagai Turut Tergugat I
- Maryanti sebagai Turut Tergugat II (penjual tanah kepada Armina)
Desakan Audit dan Investigasi
Menyikapi hasil putusan yang dinilai sarat kejanggalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI, hingga Mahkamah Agung, pihak Armina akan terus mengajukan upaya hukum. Mereka juga meminta KPK dan lembaga terkaittitasnya 5 menyelidiki dugaan permainan mafia tanah, khususnya atas keberadaan dan identitas asli Kaharuddin Latief.
“Jika benar tergugat fiktif dan tetap dimenangkan, ini bisa jadi preseden buruk dalam dunia pertanahan di Indonesia,” pungkas Novi Andra.
Reporter: Tim Redaksi BahriNetwork.com
Narasumber: Dulfarizal Chaniago
.
Komentar0