TpO6TfClGSdiGfC8Tpz0TSd7GA==

Bongkar Bisnis Rokok Ilegal, Terkuak Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat di Sumbar


PAYAKUMBUH, SUMBAR – Investigasi mendalam terhadap peredaran rokok ilegal di Sumatera Barat mengungkap keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam jaringan bisnis terlarang tersebut. Fakta ini mencuat setelah keberhasilan pengungkapan dan penyitaan mesin produksi rokok ilegal milik PT. Jaguar Nadin Tobacco di Pasie Laweh, Kabupaten Tanah Datar, oleh jajaran Polda Sumbar pada 28 April 2025 lalu.

Namun di balik keberhasilan itu, mencuat informasi mengejutkan: dugaan kuat bahwa operasi industri rokok ilegal tersebut dijalankan dengan perlindungan sejumlah oknum aparat lintas institusi.

Nama Yudi, diduga anggota Intelkam Polda Sumbar, disebut sebagai koordinator lintas sektor yang menjembatani komunikasi antara pengusaha rokok ilegal dan aparat penegak hukum. Ia disebut menerima “koordinasi” dari Raja Hasibuan, seorang anggota TNI yang diketahui merupakan tangan kanan Serma Asben Harahap (Korem 032/Wirabraja, Dandim 0306/50 Kota), yang disebut sebagai penghubung pengusaha rokok ilegal bernama Arif Budiman alias Budi Payakumbuh.

Upaya konfirmasi kepada Dirintelkam Polda Sumbar Kombes Dwi Mulyanto oleh awak media berujung pada pemblokiran kontak wartawan. Saat dikonfirmasi pada 17 Juli 2025, ia hanya menjawab singkat, “Yudi cuti. Hubungi aja sendiri. Saya pantau giat Munas,” lalu memblokir nomor jurnalis.

Sementara itu, Tim LBH PHASIVIC mengkritik keras langkah hukum yang diambil terhadap Direktur PT. Jaguar Nadin Tobacco, Ahmad Nafiz, yang ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 437 jo 150 jo 149 Ayat 3 huruf (a) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Ini menciderai rasa keadilan. Pasal kesehatan tidak tepat. Seharusnya dikenakan pasal-pasal dalam UU Cukai No. 39 Tahun 2007, yakni Pasal 54, 55, dan 56 yang ancamannya lebih berat: penjara minimal 5 tahun dan denda 10 hingga 20 kali dari nilai cukai,” ujar perwakilan LBH PHASIVIC.

LBH juga mempertanyakan keterlambatan publikasi penindakan yang dilakukan pada 28 April 2025, namun baru diumumkan ke publik pada 11 Juni 2025. Mereka menyoroti tidak adanya police line di lokasi pabrik, meski mesin cetak otomatis rokok ilegal masih berada di dalam bangunan.

Fahmi Hendri, Ketua DPW LBH PHASIVIC sekaligus anggota Fast Respon Counter Opinion Polri menegaskan, “Kami mendukung institusi Polri, bukan membela oknum yang merusak nama baik Polri.”

Ia juga menekankan bahwa pemilik perusahaan seperti Ahmad Nafiz harus dihukum maksimal. “Jangan sampai vonisnya sama seperti pengecer. Pelaku utama harus dikenakan denda besar atas kerugian negara akibat defisit pemasukan cukai, apalagi ini produksi massal menggunakan mesin industri otomatis,” tegasnya.

Kasus ini menjadi cermin buram praktik backing oleh oknum aparat terhadap industri ilegal di daerah. Publik kini menantikan langkah tegas dan transparan dari Polda Sumbar dan institusi hukum lainnya.

Reporter: Fahmi Hendri

Komentar0

Type above and press Enter to search.